Waktu itu hari kamis, seperti bulan-bulan sebelumnya pada
akhir bulan aku selalu meluangkan waktu untuk pulang kampung walaupun hanya 3
hari, karena hari senin sudah ada jadwal kuliah lagi. Kebetulan setiap hari
kamis jadwal kuliahku cuma satu mata kuliah, itu pun mata kuliahnya dosen
penting di fakultasku yang suka sibuk dan berdampak ditiadakannya kelas atau
biasa aku sebut jam kosong.
Sejak pagi aku menyiapkan apa-apa yang perlu aku bawa
pulang. Dengan semangat aku merapikan kamar kontrakanku, aku yakin kuliah hari
ini bakal diliburkan karena di fakultasku lagi ada acara dan pastinya akan
melibatkan bapak dosen tersebut.
rrrrr...rrrrr...rrrrr....
getaran hpku terdengar saat aku masih ganti baju, jam sudah
menunjukkan angka 13.25 dan jadwal kuliahnya dimulai 5 menit yang lalu. Aku pikir
itu sms dari temanku yang ngabarin kalau dosennya tidak datang, dengan wajah
sumringah dan angan-angan bakal pulang lebih awal aku buka sms tersebut.
“Cepet berangkat! ada
kuis dadakan”.
Tanpa mengekspresikan kekagetanku aku langsung berangkat ke
kampus, dan benar kelas sudah hening, semua berkonsentrasi mengerjakan soal
kuis tersebut.
Kuis berakhir ketika jam menunjukkan angka 15.00, aku segera
balik ke kontrakan untuk mengambil barang yang akan aku bawa pulang.
Aku naik angkot menuju ke terminal. Sesampainya di terminal
aku langsung naik bis jurusan Surabaya. Hari sudah hampir gelap dan aku takut
bis kuning sudah tidak beroperasi lagi. Iya, bis kuning adalah angkot yang
biasa aku naikin ketika aku pulang dari Jember dan turun di Kejapanan. Dari pada
harus muter dulu ke Surabaya, jarak antara Kejapanan dan Mojokerto memang lebih
dekat.
Aku bingung mau turun di Kejapanan atau muter ke Surabaya
dulu karena hari sudah larut malam, sampai akhirnya aku memilih turun di Kejapanan. Aku turun dari bis dan
aku tengok tidak ada bis kuning yang parkir. Aku berjalan menuju tempat pemberhentian
bis kuning tersebut. Aku menunggu lumayan lama sampai akhirnya ada angkot yang
menghampiriku, sopirnya mengatakan kalau bis kuning sudah tidak beroperasi
lagi. Dengan waktu yang memang sudah larut malam, aku percaya omongan bapak
itu. Aku pun ikut numpang angkot bapak itu karena aku pikir angkot ini juga
berhenti di terminal Mojokerto sama seperti bis kuning namun lebih mahal
ongkosnya.
Ternyata dugaanku salah, angkot tersebut hanya beroperasi
setengah dari jarak Kejapanan dan Mojokerto. Aku terpaksa turun dan membayar
ongkos angkot tersebut dua kali lipat dari ongkos bis kuning dari Kejapanan ke
Mojokerto.
Uangku hanya tersisa sepuluh ribu. Aku mencari ATM tapi hasilnya
nihil. Aku putusin untuk menunggu angkot atau apa yang penting bisa membawa aku
pulang ke Mojokerto. Jarak tempat itu ke Mojokerto mencapai 20 KM dengan waktu
sudah menunjukkan angka 23.00. Kalau aku jalan kaki bisa sampai pagi baru
sampai Mojokerto. Dalam benak terlintas untuk menelpon rumah dan minta untuk
dijemput, tapi aku urungkan karena aku tidak mau merepotkan orang tuaku. Aku duduk
di trotoar jalan dan tidak berhenti bersholawat, aku berdoa kepada Allah agar
membantuku.
“ojek mas ?”.
“berapa pak kalau ke
Mojokerto ?”.
“lima belas ribu saja
mas”.
“sepuluh ribu ya pak ?”.
“wah lima belas ribu
itu udah paling murah mas”.
Terhitung sudah tiga tukang ojek yang menghampiri aku namun
tawarannya selalu sama dengan yang lainnya. Aku tetap menunggu dan tetap bersholawat.
Satu jam sudah aku menunggu dan selama itu tidak ada satu pun angkot yang lewat.
Pikiranku mulai kacau tapi aku berusaha berpikir positif dan tetap bersholawat
percaya kepada Allah.
Ketika jam sudah menunjukkan pukul setengah satu pagi, ada
bapak-bapak tukang ojek yang menghampiriku. Wajahku tersenyum tak percaya
ketika bapak itu bersedia mengantarku dengan ongkos yang aku miliki. Bapak itu
ramah dan baik, tidak henti-hentinya aku bersyukur dalam perjalanan pulang.
Pasti bapak itu adalah jawaban dari doaku yang terus terucap.
Terima kasih ya Allah *tersenyum haru*
jika Allah sudah berkehendak, maka terjadilah
ini kisah nyata yang aku alami.