Jumat, 01 Februari 2013

Tiada Keraguan untuk Allah


Waktu itu hari kamis, seperti bulan-bulan sebelumnya pada akhir bulan aku selalu meluangkan waktu untuk pulang kampung walaupun hanya 3 hari, karena hari senin sudah ada jadwal kuliah lagi. Kebetulan setiap hari kamis jadwal kuliahku cuma satu mata kuliah, itu pun mata kuliahnya dosen penting di fakultasku yang suka sibuk dan berdampak ditiadakannya kelas atau biasa aku sebut jam kosong.
Sejak pagi aku menyiapkan apa-apa yang perlu aku bawa pulang. Dengan semangat aku merapikan kamar kontrakanku, aku yakin kuliah hari ini bakal diliburkan karena di fakultasku lagi ada acara dan pastinya akan melibatkan bapak dosen tersebut.

rrrrr...rrrrr...rrrrr....

getaran hpku terdengar saat aku masih ganti baju, jam sudah menunjukkan angka 13.25 dan jadwal kuliahnya dimulai 5 menit yang lalu. Aku pikir itu sms dari temanku yang ngabarin kalau dosennya tidak datang, dengan wajah sumringah dan angan-angan bakal pulang lebih awal aku buka sms tersebut.

“Cepet berangkat! ada kuis dadakan”.

Tanpa mengekspresikan kekagetanku aku langsung berangkat ke kampus, dan benar kelas sudah hening, semua berkonsentrasi mengerjakan soal kuis tersebut.
Kuis berakhir ketika jam menunjukkan angka 15.00, aku segera balik ke kontrakan untuk mengambil barang yang akan aku bawa pulang.
Aku naik angkot menuju ke terminal. Sesampainya di terminal aku langsung naik bis jurusan Surabaya. Hari sudah hampir gelap dan aku takut bis kuning sudah tidak beroperasi lagi. Iya, bis kuning adalah angkot yang biasa aku naikin ketika aku pulang dari Jember dan turun di Kejapanan. Dari pada harus muter dulu ke Surabaya, jarak antara Kejapanan dan Mojokerto memang lebih dekat.
Aku bingung mau turun di Kejapanan atau muter ke Surabaya dulu karena hari sudah larut malam, sampai akhirnya aku memilih turun di Kejapanan. Aku turun dari bis dan aku tengok tidak ada bis kuning yang parkir. Aku berjalan menuju tempat pemberhentian bis kuning tersebut. Aku menunggu lumayan lama sampai akhirnya ada angkot yang menghampiriku, sopirnya mengatakan kalau bis kuning sudah tidak beroperasi lagi. Dengan waktu yang memang sudah larut malam, aku percaya omongan bapak itu. Aku pun ikut numpang angkot bapak itu karena aku pikir angkot ini juga berhenti di terminal Mojokerto sama seperti bis kuning namun lebih mahal ongkosnya.
Ternyata dugaanku salah, angkot tersebut hanya beroperasi setengah dari jarak Kejapanan dan Mojokerto. Aku terpaksa turun dan membayar ongkos angkot tersebut dua kali lipat dari ongkos bis kuning dari Kejapanan ke Mojokerto.
Uangku hanya tersisa sepuluh ribu. Aku mencari ATM tapi hasilnya nihil. Aku putusin untuk menunggu angkot atau apa yang penting bisa membawa aku pulang ke Mojokerto. Jarak tempat itu ke Mojokerto mencapai 20 KM dengan waktu sudah menunjukkan angka 23.00. Kalau aku jalan kaki bisa sampai pagi baru sampai Mojokerto. Dalam benak terlintas untuk menelpon rumah dan minta untuk dijemput, tapi aku urungkan karena aku tidak mau merepotkan orang tuaku. Aku duduk di trotoar jalan dan tidak berhenti bersholawat, aku berdoa kepada Allah agar membantuku.

“ojek mas ?”.
“berapa pak kalau ke Mojokerto ?”.
“lima belas ribu saja mas”.
“sepuluh ribu ya pak ?”.
“wah lima belas ribu itu udah paling murah mas”.

Terhitung sudah tiga tukang ojek yang menghampiri aku namun tawarannya selalu sama dengan yang lainnya. Aku tetap menunggu dan tetap bersholawat. Satu jam sudah aku menunggu dan selama itu tidak ada satu pun angkot yang lewat. Pikiranku mulai kacau tapi aku berusaha berpikir positif dan tetap bersholawat percaya kepada Allah.
Ketika jam sudah menunjukkan pukul setengah satu pagi, ada bapak-bapak tukang ojek yang menghampiriku. Wajahku tersenyum tak percaya ketika bapak itu bersedia mengantarku dengan ongkos yang aku miliki. Bapak itu ramah dan baik, tidak henti-hentinya aku bersyukur dalam perjalanan pulang. Pasti bapak itu adalah jawaban dari doaku yang terus terucap.

Terima kasih ya Allah *tersenyum haru*
 jika Allah sudah berkehendak, maka terjadilah
                                                                                                                  
                                                                                                                    ini kisah nyata yang aku alami.

Selasa, 29 Januari 2013

Tanggung Jawab Laki-laki

Suatu ketika, ada seorang anak wanita bertanya kepada Ayahnya, tatkala tanpa sengaja dia melihat Ayahnya sedang mengusap wajahnya yang mulai berkerut-merut dengan badannya yang terbungkuk-bungkuk, disertai suara batuk-batuknya.
Anak wanita itu bertanya pada ayahnya: “Ayah , mengapa wajah Ayah kian berkerut-merut dengan badan Ayah yang kian hari kian terbungkuk?”
Demikian pertanyaannya, ketika Ayahnya sedang santai di beranda.
Ayahnya menjawab: “Sebab aku Laki-laki.”
Itulah jawaban Ayahnya.
Anak wanita itu berguman: ”Aku tidak mengerti.” 
Dengan kerut-kening karena jawaban Ayahnya membuatnya tercenung rasa penasaran. Ayahnya hanya tersenyum, lalu dibelainya rambut anak wanita itu, terus menepuk nepuk bahunya,
kemudian Ayahnya mengatakan: “Anakku, kamu memang belum mengerti tentang Laki-laki.”
Demikian bisik Ayahnya, membuat anak wanita itu tambah kebingungan.
Karena penasaran, kemudian anak wanita itu menghampiri Ibunya lalu bertanya :”Ibu mengapa wajah Ayah menjadi berkerut-merut dan badannya kian hari kian terbungkuk? Dan sepertinya Ayah menjadi demikian tanpa ada keluhan dan rasa sakit?”
Ibunya menjawab: “Anakku, jika seorang Laki-laki yang benar-benar bertanggung jawab terhadap keluarga itu memang akan demikian.”
Hanya itu jawaban Sang Bunda.
Anak wanita itupun kemudian tumbuh menjadi dewasa, tetapi dia tetap saja penasaran.
Hingga pada suatu malam, anak wanita itu bermimpi. Di dalam mimpi itu seolah-olah dia mendengar suara yang sangat lembut, namun jelas sekali. Dan kata-kata yang terdengar dengan jelas itu ternyata suatu rangkaian kalimat sebagai jawaban rasa penasarannya selama ini.
“Saat Ku-ciptakan Laki-laki, aku membuatnya sebagai pemimpin keluarga serta sebagai tiang penyangga dari bangunan keluarga, dia senantiasa akan menahan setiap ujungnya, agar keluarganya merasa aman teduh dan terlindungi. ”
“Ku-ciptakan bahunya yang kekar & berotot untuk membanting tulang menghidupi seluruh keluarganya & kegagahannya harus cukup kuat pula untuk melindungi seluruh keluarganya. ”

“Ku-berikan kemauan padanya agar selalu berusaha mencari sesuap nasi yang berasal dari tetesan keringatnya sendiri yang halal dan bersih, agar keluarganya tidak terlantar, walaupun seringkali dia mendapatkan cercaan dari anak-anaknya. ”

“Kuberikan Keperkasaan & mental baja yang akan membuat dirinya pantang menyerah, demi keluarganya dia merelakan kulitnya tersengat panasnya matahari, demi keluarganya dia merelakan badannya basah kuyup kedinginan karena tersiram hujan dan hembusan angin, dia relakan tenaga perkasanya terkuras demi keluarganya & yang selalu dia ingat, adalah disaat semua orang menanti kedatangannya dengan mengharapkan hasil dari jerih payahnya.”

“Ku berikan kesabaran, ketekunan serta keuletan yang akan membuat dirinya selalu berusaha merawat & membimbing keluarganya tanpa adanya keluh kesah, walaupun disetiap perjalanan hidupnya keletihan dan kesakitan kerap kali menyerangnya. ”

“Ku berikan perasaan keras dan gigih untuk berusaha berjuang demi mencintai & mengasihi keluarganya, didalam kondisi & situasi apapun juga, walaupun tidaklah jarang anak-anaknya melukai perasaannya melukai hatinya. Padahal perasaannya itu pula yang telah memberikan perlindungan rasa aman pada saat dimana anak-anaknya tertidur lelap. Serta sentuhan perasaannya itulah yang memberikan kenyamanan bila saat dia sedang menepuk-nepuk bahu anak-anaknya agar selalu saling menyayangi & mengasihi sesama saudara.”
“Ku-berikan kebijaksanaan & kemampuan padanya untuk memberikan pengetahuan padanya untuk memberikan pengetahuan & menyadarkan, bahwa Istri yang baik adalah Istri yang setia terhadap Suaminya, Istri yang baik adalah Istri yang senantiasa menemani. & bersama-sama menghadapi perjalanan hidup baik suka maupun duka, walaupun seringkali kebijaksanaannya itu akan menguji setiap kesetiaan yang diberikan kepada Istri, agar tetap berdiri, bertahan, sejajar & saling melengkapi serta saling menyayangi.”
“Ku-berikan kerutan diwajahnya agar menjadi bukti bahwa Laki-laki itu senantiasa berusaha sekuat daya pikirnya untuk mencari & menemukan cara agar keluarganya bisa hidup di dalam keluarga bahagia & BADANNYA YANG TERBUNGKUK agar dapat membuktikan, bahwa sebagai laki-laki yang bertanggungjawab terhadap seluruh keluarganya, senantiasa berusaha mencurahkan sekuat tenaga serta segenap perasaannya, kekuatannya, keuletannya demi kelangsungan hidup keluarganya. ”
 

“Ku-berikan Kepada Laki-laki tanggung jawab penuh sebagai Pemimpin keluarga, sebagai Tiang penyangga, agar dapat dipergunakan dengan sebaik-baiknya. dan hanya inilah kelebihan yang dimiliki oleh laki-laki, walaupun sebenarnya tanggung jawab ini adalah Amanah di Dunia & Akhirat.”

Terbangun anak wanita itu, dan segera dia berlari, berlutut & berdoa hingga menjelang subuh. Setelah itu dia hampiri bilik Ayahnya yang sedang berdoa, ketika Ayahnya berdiri anak wanita itu merengkuh dan mencium telapak tangan Ayahnya. ” AKU MENDENGAR & MERASAKAN BEBANMU, AYAH.”

Semoga Setelah Membaca Tulisan Ini Allah SWT membuka Pikiran Kita Akan Jati diri kita sebagai Laki-Laki
Hentikan Kebiasaan Melakukan Hal-Hal yang tidak berguna
Hentikan Kebiasaan Mengikuti Nafsu Yang Menginginkan Kesenangan Sesaat
Hentikan Kebiasaan Membuang-buang waktu
Kenapa? karena kita akan menjadi ayah suatu saat nanti !